Rabu, 19 November 2008

NPWP "membingungkan"

Peraturan Dirjen Pajak No. 35/PJ/2008, mengatur untuk setiap transaksi pengalihan hak atas tanah (jual beli) dengan harga jual atau NJOP sebasar Rp. 60.000.000.- atau lebih, mengharuskan penjual dan pembeli memiliki NPWP (nomor Pokok wajib Pajak. Masalah hukum yang dihadapi peraturan Dirjen Pajak bertentangan dengan UU tentang Ketentuan umum Perpajakan, yang mewajibkan orang perorangan untuk memiliki NPWP, antara lain jika penghasilannya melampaui PTKP (Penghasilan tidak kena pajak) yang berarti NPWP dikenakan kepada mereka yang memiliki penghasilan kena pajak. Ironisnya secara empirik dalam transaksi jual beli, bisa diketemukan ada penjual yang berusia 79 tahun, pensiunan dan tidak memiliki sumber penghasilan lain bermaksud menjual bidang tanah Type 36 dengan harga Rp. 65.000.000.- yang akan digunakan untuk keperluan operasi jantungnya dan kemudian akan tinggal menumpang bersama anaknya yang memiliki rumah sendiri. Dalam kasus ini penjual wajib untuk memiliki NPWP, dan wajib nantinya untuk memenuhi kewajiban kerwajiban perpajakan seperti memasukkan SPT Tahunan walaupun sepanjang hidupnya penghasilannya tidak melampaui PTKP. Kepemilikan NPWP oleh penjual tidak tepat sasaran dan tidak membawa pendapatan bagi negara bahkan akan membuat bingung, beban dan menyusahkan masyarakat yang sudah terhimpit dengan kemiskinan itu. Jika kebijakan ini dibiarkan terus tidak menutup kemungkinan penjual itu bisa stres dan mebawa kepada kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar